Demografi, Etnografi dan Historiografi Timur Tengah [bag.1]

Posted by

Demografi, Etnografi dan Historiografi Timur Tengah

A. DEMOGRAFI DAN ETNOGRAFI MASYARAKAT DI KAWASAN TIMUR TENGAH

1. Pengertian Demografi, Etnografi dan Timur Tengah
Demografi adalah ilmu yang mempelajari tentang kependudukan. Meliputi wilayah, jumlah penduduk, regenerasi, dan lain lain. Etnografi adalah tentang keadaan masyarakat yang meliputi budaya yang berkembang, bahasa, suku, tulisan, dan lain-lain[1].

Timur Tengah adalah sebuah wilayah yang secara politis dan budaya merupakan bagian dari benua Asia, atau Afrika-Eurasia. Pusat dari wilayah ini adalah daratan di antara Laut Mediterania dan Teluk Persia serta wilayah yang memanjang dari Anatolia, Jazirah Arab dan Semenanjung Sinai[2]Kadangkala area tersebut juga disebut meliputi wilayah dari Afrika Utara di sebelah barat sampai dengan Pakistan di sebelah timur dan Kaukasus dan/atau Asia Tengah di sebelah utara. Kebanyakan sastra Barat mendefinisikan Timur Tengah sebagai negara-negara di Asia Barat Daya, dari Iran (Persia) ke Mesir. Mesir dengan semenanjung Sinainya yang berada di Asia umumnya dianggap sebagai bagian dari Timur Tengah.Negara-negara yang masuk dalam kawasan Timur Tengah diantaranya adalah Bahrain, Siprus, Mesir, Turki, Iran, (Persia), Irak, Palestina, Yordania, Kuwait, Lebanon, Oman, Qatar, Arab Saudi, Suriah, dan Uni Emirat Arab.

Kawasan Timur Tengah terdiri dari padang pasir dan tanah subur. Kawasan padang pasirnya lebih luas dan merupakan kawasan utamanya; kawasan tanah suburnya-sabit di Utara, Hijaz di barat, dan Yaman di barat daya-merupakan kawasan lebih kecil[3]. Kehidupan dan sejarah kedua kawasan ini merupakan interaksi antara yang satu dengan yang lain. Yang tentu saja topografi keduanya berbeda, bahkan bertentangan. Di gurun penduduknya jarang dan di kawasan subur penduduknya padat.

2. Demografi Kawasan Timur Tengah
Masyarakat yang mendiami kawasan geografis Timur Tengah berasal dari satu ras manusia, yakni Kaukasia atau Asia Barat, yang juga dikenal dengan nama Semit atau Semirik. Kata “Semit” ditemukan oleh ahli-ahli perjanjian lama abad-18. Mereka yang pertama kali menyadari bahwa ada masyarakat, bahasa dan peradaban “semit”. Dengan petunjuk silsilah Perjanjian Lama (Genensis 10), Johann Gotttfried Eichhorn memberikan nama “semit” kepada keturunan Sem atau Shem, putra Nuh, yang menurutnya adalah seorang Ibrani, keturunan Ishaq, putra Ibrahim; bangsa Arab, keturunan saudara laki-laki Ishaq, Ismail[4]. Dan bangsa lain dari Timur Dekat Kuno yang menggunakan bahasa yang serumpun dengan bahasa Ibrani dan Arab, selain itu tidak ditemukan nama lain[5]. Kendatipun sebutan itu hampir secara universal diterima, namun tetap tidak pas karena ada dua alasan. Pertama, ditemukan dalam klaim perjanjian lama bahwa bah besar merupakan peristiwa universal, kosmis, dimana semua manusia, kecuali Nuh dan anak-anaknya, binasa. Klaim yang hanya didukung oleh keyakinan kepada kata harfiah perjanjian lama. Meskipun kota Orim (Ur dalam Bibel) di Mesopotamia bawah makmur dalam dua periode sejarah yang dipisahkan oleh banjir yang terjadi sekitar 3000 SM, namun tidak ada bukti bahwa banjir universal terjadi pada waktu itu. Karena itu, klaim perjanjian lama harus dibatasi, yaitu hanya menjelaskan lokalitas Nuh dan umatnya saja. Kedua, orang yang disebut “semit” tidak pernah memandang diri mereka sebagai keturunan biologis dari Shem, putra Nuh, kecuali orang-orang Kristen dan Yahudi Barat Modern[6].

Dalam hal pergerakan penduduk di kawasan Timur Tengah, kehidupan mereka bersifat dari nomadisme gurun ke pertanian menetap. Di kawasan ini penduduknya tidak pernah menetap. Perpindahan dari tanah pertanian ke padang rumput dan dari padang rumput ke tanah pertanian, terus terjadi dan menjadi ciri setiap fase sejarah kawasan Timur Tengah. Gurun Arab tidak pernah menjadi wilayah sepi tak berpenduduk. Oasis dan daratan-daratan yang menghubungkan wilayah-wilayah subur senantiasa menopang penduduk. Memang kegersangan gurun menciptakan gaya hidup yang keras, yang membentuk karakter manusia dan mengembangkan sifat mental dan sosial yang khas dari penduduknya. Disiplin diri yang dibutuhkan untuk mengendalikan naluri dengan kontrol asketik, berkembangnya kedermawanan dan keramahan sebagai kebajikan utama, kesetiaan kelompok yang sangat kental, keceratan dalam penggambaran dan kedalaman dalam analisa diri. Kesukaan akan kontemplasi, perjalanan diri dengan berimajinasi melalui bahasa- semua ini dan masih banyak watak khas lainnya, mengalami perkembangan pesat di Arabia, sebagian berkat kondisi kehidupan di gurun[7]. Kegersangan gurun, karena itu, tidak memustahilkan kehidupan, walaupun mungkin menyumbangkan terciptanya tekanan penduduk, sehingga imigrasi menjadi sangat penting. Tekanan seperti itu bahkan menyebabkan terjadinya imigrasi eksplosif ke daerah-daerah subur di sekitarnya. Namun, arus keluar dari gurun ke daerah subur telah berlangsung sepanjang zaman. 

Migrasi berlangsung perlahan-lahan, berlangsung generasi demi generasi, dalam periode waktu sangat panjang dimana terjadi penetrasi melalui perkawinan antargolongan dan asimilasi. Ada yang tetap tinggal ketika beberapa anggota suku pindah dan menjadi peninggalan suku, dengan membentuk bahasa atau dialeknya dan mengabadikan adat-istiadat, kebudayaan dan nilai-nilainya. Masyarakat gurun Arab bermigrasi ke Sabit Subur di utara sejak zaman dahulu. Mereka melakukan perjalanan dengan berjalan kaki atau naik keledai pada lintasan yang berbatasan dengan daerah utara gurun menurut arah jarum jam. Bagian barat Jazirah ini senantiasa lebih padat penduduknya. Dari daerah itu, lintasan migrasi biasanya langsung ke utara menuju Yordania Timur dan Syiria. Karena sarana transportasi mereka adalah keledai, maka mereka tidak dapat bergerak terlalu jauh masuk ke gurun. Mereka harus tetap berada di dekat daerah yang berair, menyusurinya di sepanjang sisi luar gurun. Fakta ini selaras dengan gambaran orang-orang Sumer bahwa orang-orang Akkad adalah kaum migran dari utara.



[1]Diakses dari Wikipedia
[2]Al-faruqi, Ismail Raja’, Atlas Budaya Islam: Menjelajah Khasanah Peradaban Gemilang, Bandung: Penerbit Mizan, 2001, hlm. 41.
[3]Ibid., hal. 41-45.
[4]Ibid.
[5]Johann Gotttfried Eichhorn, algemeine bibliothek. Leibzig, 1974, Vol. VI, hal. 772. Di sini Eichhorn mendapat pengakuan atas penemuan dan penggunaan istilah ini. Eichhorn mempercayai klaim Perjanjian Lama bahwa penduduk dunia maupun bahasa mereka pada akhirnya digolongkan sebagai Semit, Hamet Atau Japhet. Mengikuti tiga putra Nuh seperti yang dikemukakan dalam Genesis 10.
[6]Al-faruqi, Ismail Raja’. Op. cit. hal. 48.
[7]Ibid.


Bersambung...
Lanjut Baca : 3. Etnografi Kawasan Timur Tengah


Demo Blog NJW V2 Updated at: Senin, Januari 05, 2015

0 komentar:

Posting Komentar