Al-Maqrizi dan Solusi Mengatasi Krisis Ekonomi

Posted by

Al-maqrizi dan Solusi Mengatasi Krisis Ekonomi.

Nama lengkap al-Maqrizi adalah Ahmad bin Ali bin Abd. al-Qadir bin Ibrahim al-Maqrizi dan sebutannya adalah taqiyuddin. Beliau dilahirkan pada tahun 768 H. Dan meninggal di Kairo pada tahun 845 H. Sebenarnya beliau adalah seorang ulama dan ahli fiqh terkenal, namun beliau lebih dikenal sebagai sejarawan muslim pada masanya dan belakangan beliau dikenal sebagai ekonom karena uraian dalam kitabnya Ighatsah al-Ummah bi Kasyf al-Ghummah. Kitab ini dinamakan Tarikh Ma Ja’at fi Misr. Selain itu beliau juga menulis risalah lain di bidang ekonomi keuangan dengan judul an-Nuqud al-Qadimah wa al-Islamiyyah. Dalam ke-semua kitab-kitab tersebut, sosok al-Maqrizi lebih terlihat sebagai seorang ekonom kaliber internasional dengan pendekatan tulisan yang holistik dan komprehensif disertai uraian yang sangat sarat dengan analisis ekonomi dipandang dari kacamatan ekonommi modern. Di samping itu beliau memiliki segudang pengalaman riil di bidang hukum terutama niaga dan perdata karena beliau adalah seorang Muhtasib, pemangku jabatan Hisbah dalam lembaga perekonomian Islam, seperti lembaga ombudsman pada masa sekarang. Karena itu jika kini nama al-Maqrizi disebut, maka konotasi ekonominya jauh lebih mencuat daripada sisi keulamaannya atau kefaqihannya.
Dalam kitab Ighotsah al-Ummah bi Kasyfi al-Ghummah, al-Maqrizi mencoba memberi solusi terhadap krisis ekonomi yang melanda Mesir pada masa hidupnya secara multidimensional. Beliau berpendapat dalam kitabnya bahwa faktor penyebab inflasi ada dua hal, yaitu inflasi yang disebabkan oleh faktor alamiah dan inflasi yang disebabkan oleh kesalahan manusia. Inflasi alamiah adalah inflasi yang tidak bisa dihindari oleh manusia, seperti bencana yang bisa membawa kepada inflasi. Adapun inflasi yang disebabkan oleh kesalahan manusia diidentifikasikan dalam tiga hal. Inflasi inilah menurut al-Maqrizi yang mengakibatkan krisis ekonomi di Mesir. Tiga hal tersebut adalah:

Pertama, korupsi dan administrasi yang buruk. Al-Maqrizi menyatakan bahwa pengangkatan para pejabat pemerintahan yang berdasarkan pemberian suap dan bukan kapabilitas, akan menempatkan orang-orang yang tidak mempunyai kredibilitas pada berbagai jabatan penting dan terhormat. Ketika berkuasa, para pejabat tersebut mulai menyalahgunakan kekuasaan untuk meraih kepentingan pribadi, baik untuk memenuhi kewajiban finansialnya maupun untuk kemewahan hidup. Mereka berusaha mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara. Merajalelanya ketidakadilan para pejabat tersebut telah membuat kondisi rakyat semakin memprihatinkan, sehingga mereka terpaksa meninggalkan kampung halaman dan pekerjaannya. Akibatnya terjadi penurunan drastis jumlah penduduk dan tenaga kerja serta hasil-hasil produksi yang sangat berimplikasi terhadap penurunan penerimaan pajak dan pendapatan negara.

Untuk menghadapi situasi demikian, al-Maqrizi menggunakan pendekatan agama dan akhlak. Menurutnya para pejabat telah banyak melanggar ketentuan syariat, dan akhlak yang ditunjukkan mereka sama sekali tidak berdasarkan akhlak mulia. Karena itulah harus ada upaya untuk mengembalikan akhlak dan moral pejabat agar sesuai dengan ajaran Islam dan penerapan syariat Islam di Mesir harus benar-benar ditegakkan dimulai dari para pejabatnya.

Kedua, pajak yang berlebihan. Menurut al-Maqrizi, akibat dominasi para pejabat bermental korup dalam suatu pemerintahan, pengeluaran negara mengalami peningkatan yang drastis. Sebagai kompensasinya, mereka menerapkan sistem perpajakan yang menindas rakyat dengan memberlakukan berbagai pajak baru serta menaikkan tingkat pajak yang telah ada. Akibatnya para petani kehilangan motivasi untuk bekerja dan memproduksi. Mereka lebih memilih meninggalkan tempat tinggal dan pekerjaannya daripada selalu hidup dalam penderitaan untuk kemudian menjadi pengembara di daerah-daerah pedalaman. Dengan demikian, terjadi penurunan jumlah tenaga kerja dan peningkatan lahan tidur yang akan sangat mempengaruhi tingkat hasil produksi padi serta hasil bumi lainnya, dan pada akhirnya menimbulkan kelangkaan bahan makanan serta meningkatkan harga-harga.

Al-Maqrizi mengajukan agar pemerintah mengembalikan besaran pajak sesuai dengan tarif yang berlaku sebelumnya. Tarif pajak yang normal dapat memberikan insentif bagi para petani dan meningkatkan produktifitas untuk bekerja. Sehingga produksi pertanian yang menjadi sektor kehidupan paling dominan di Mesir dapat kembali normal dalam meningkatkan produksi nasional terutama bahan kebutuhan pokok.

Ketiga, peningkatan sirkulasi mata uang fulus. Pada awalnya fulus dicetak sebagai alat transaksi untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup sehari-hari yang tidak signifikan. Oleh sebab itu, jumlah mata uang ini hanya sedikit yang terdapat dalam peredaran. Namun pemerintah dengan ambisinya untuk memperoleh keuntungan yang besar dari pencetakan mata uang yang tidak membutuhkan biaya produksi tinggi ini, melakukan pencetakan fulus secara besar-besaran. Jumlah fulus yang dimiliki masyarakat semakin besar dan sirkulasinya mengalami peningkatan yang sangat tajam sehingga fulus menjadi mata uang yang dominan. Keadaan ini menempatkan fulus sebagai standar nilai bagi sebagian besar barang dan jasa. Akibatnya uang tidak lagi bernilai dan harga-harga membumbung tinggi yang pada gilirannya menimbulkan kelangkaan bahan makanan.

Al-Maqrizi mengatakan bahwa penggunaan fulus dalam muamalah adalah bid’ah yang tidak berdasarkan pada syariat. Maka beliau mengajukan solusi untuk mengembalikan harga-harga barang dan jasa menjadi seperti sebelum krisis. Mesir harus menggunakan sistem moneter alami, yaitu dinar dan dirham menjadi mata uang pokok, sedangkan fulus diterbitkan secara terbatas dan hanya untuk membeli barang-barang remeh. Al-Maqrizi menetapkan relative price bagi dinar, dirham dan fulus. Harga relatif dinar dan dirham adalah 1:24, sementara harga relatif antara dirham dan fulus adalah 1:140.

Selain memberikan solusi untuk mengatasi tiga permasalahan di atas, al-Maqrizi juga mengajukan solusi dalam perspektif sosial. Beliau membagi masyarakat Mesir menjadi tujuh kelompok strata sosial untuk melihat segmen masyarakat yang paling parah terkena dampak dari inflasi untuk kemudian menegaskan intensitas penderitaan yang dialami akibat inflasi. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa dampak krisis ekonomi bergantung pada hakikat pendapatan dan kekayaan masing-masing golongan. Jika pendapatannya besifat tetap atau meningkat tetapi lebih rendah dari laju inflasi, maka kondisinya parah. Sebaliknya jika pendapatannya meningkat lebih tinggi dari laju inflasi, maka kesejahteraan material mereka meningkat. Begitu juga halnya dengan kekayaan yang berupa uang, mereka mengalami kerugian karena daya beli mereka terus berkurang dan mereka juga harus meningkatkan biaya untuk memenuhi tuntutan kebutuhan yang harganya terus meningkat.



Demo Blog NJW V2 Updated at: Senin, Januari 05, 2015

0 komentar:

Posting Komentar