Bagaimana moral dan etika mempengaruhi sebuah sistem ekonomi?

Posted by

Bagaimana moral dan etika mempengaruhi sebuah sistem ekonomi?

Ilmu ekonomi sebagai moral science dan behaviour science, sangat erat kaitannya dengan moral dan etika, karena nilai-nilai tersebut akan berpengaruh terhadap perilaku dan karakter diri manusia, yang diaplikasikan secara langsung dalam kehidupan manusia sehari-hari, kemudian dalam prosesnya akan mempunyai pengaruh dalam suatu sistem ekonomi. 

Karakter manusia terbentuk melalui proses secara terus menerus dan dapat berubah setiap saat dalam perjalanan hidupnya. Proses pembentukan dan perubahan karakter tersebut ditentukan oleh faktor internalisasi dan eksternalisasi moral dan etika dalam kehidupan ekonominya masing-masing. Internalisasi moral dan etika yang dimaksud adalah proses pemahaman dan pembelajaran kemudian menyakini nilai-nilai tersebut untuk dijadikan values dalam kehidupan. Moral merupakan standar yang berlaku umum tentang apa yang diinginkan dan tidak diinginkan, perilaku benar dan salah, dan apa yang dianggap oleh masyarakat itu sebagai perilaku yang baik dan apa yang dianggap perilaku buruk seseorang, kelompok, atau entitas (Erhard et.al, 2009), sedangkan etika merupakan norma bersama oleh kelompok atas dasar pengakuan secara timbal balik (Hazard, 1995). Suatu perbuatan dikatakan etis atau tidak ketika perbuatan itu memberikan nilai atau kerugian menurut masyarakat yang kemudian ada konsekwensi berupa penghargaan atau sanksi.

Selanjutnya, moral dan etika yang diyakini tersebut dieksternalisasikan, dipraktekan dan diamalkan dalam bentuk pola pikir dan perilaku. Perilaku itu dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus, yang kemudian menjadi kebiasaan atau budaya hidup seseorang. Kebiasaan (budaya) yang dilakukan seseorang kemudian diikuti oleh individu atau komunitas lain yang lebih luas sehingga membentuk sebuah sistem kehidupan (peradaban) tertentu. Proses mulai dari internalisasi sampai dengan terbentuknya sistem kehidupan (peradaban) tersebut sebenarnya merupakan proses terbentuknya karakter manusia dalam hidupnya sehari-hari. Agama dalam konteks pembangunan sehat dan berkelanjutan dapat difungsikan sebagai medium untuk membangun manusia sehat baik jasmani maupun rohani yang kemudian dengan kekuatan kolektif bersama manusia yang lain dapat membangun peradaban yang sehat diatas lingkungan hidup kemanusiaan yang sehat pula. Agama memiliki kekuatan pembenar dan penyehat kehidupan yang berfungsi sebagai sumber motivasi, sumber inspirasi dan sumber evaluasi pembangunan dengan membawa misi profetik, konstruktif dan menggugah manusia dan masyarakat untuk membangun dirinya sendiri sebagai faktor yang dapat menyumbang nilai dan ide bagi pembangunan serta sebagai alat ukur dan alat kritik untuk kebaikan proses pembangunan.

Hubungan antara iman, agama, serta ihsan (akhlak) adalah sebagai sebuah bangunan, dimana iman adalah fondasi bangunan agar ia dapat berperilaku (berakhlak) mulia. Kuat lemahnya iman seseorang dapat diukur dari perilaku akhlaknya, iman yang kuat menunjukkan akhlak yang baik dan mulia. Bangunan agama ini tidak dapat tegak tanpa tiang penyangga, yakni agama. Artinya iman memerlukan pengamalan dan panduan pengamalan diberikan oleh syariat, pengamalan syariah yang baik akan membuahkan akhlak yang mulia.

Fungsionalisasi agama sebagai subyek atau medium pembangunan serta perkembangan suatu sistem ekonomi menuntut adanya peran negara untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan agama dan keberagamaan umat beragama yang positif dan konstruktif bagi pembangunan. Keberagamaan yang diperlukan adalah keberagamaan yang bersifat etikal (agama ditampilkan oleh pemeluknya sebagai agama etik) yang melahirkan kesalehan sosial, bukan keberagamaan yang bersifat ritual belaka yang hanya akan melahirkan kesalehan individual. Jika keberagamaan dan kesalehan individual hanya akan melahirkan orang-orang baik tetapi kebaikan itu untuk dirinya sendiri, maka keberagamaan dan kesalehan sosial akan dapat melahirkan orang-orang baik yang dapat menebarkan kebaikan bagi orang-orang lain. Keberagamaan etikal dan kesalehan sosial merupakan hasil dari upaya internalisasi dan aktualisasi nilai-nilai moral dan etika yang secara otomatis dapat diimplementasikan pada kualitas kerja dan kinerja, kedisiplinan dan penghargaan akan waktu, daya saing dan keunggulan, serta komitmen pada keselamatan bersama baik masyarakat dan negara.

Penerapan dan pengimplementasian faktor-faktor agama yaitu iman, agama, serta ihsan (akhlak) dalam pengembangan tatanan sistem ekonomi masyarakat pada sebuah negara merupakan penyebab dari timbulnya suatu sistem ekonomi yang berbeda yang ada saat ini yaitu yang pertama adalah sistem ekonomi konvensional termasuk di dalamnya sistem kapitalis dan sistem liberalis, serta yang kedua yaitu sistem ekonomi Islam. Penerapan atau tidak diterapkannya faktor-faktor agama tersebut dalam sebuah sistem ekonomi juga akan memberikan pengaruh yang berbeda secara signifikan terhadap tujuan dan hasil akhir dari pelaksanaan sistem ekonomi tersebut. 

Sistem ekonomi konvensional melakukan analisis terhadap pola perilaku individu, perusahaan dan lembaga publik yang berdasarkan norma kapitalistik masyarakat barat. Asumsi dasar yang digunakan dalam paradigma ekonomi konvensional adalah memaksimumkan kepuasan pribadi (maximize individual satisfaction). Satisfaction bermakna kepuasan atas fisik dan fikiran dalam kepemilikan barang dan jasa. Maximization bermakna minimisasi biaya-biaya yang ditanggung individu tanpa mempertimbangkan cost yang ditanggung masyarakat dan lingkungan. Asumsi tersebut akhirnya menganggap manusia berperilaku rasional, self interest-greed-acquisitiveness, dalam me-utilisasi sumber daya dengan keterbatasannya (scarcity).

Gambar 1. Sistem Ekonomi Konvensional.


Dalam ekonomi konvensional ini, para pelaku ekonomi (economic agent) diasumsikan selalu sibuk dengan pemuasan maksimum terhadap keinginan (wants) akan barang dan jasa. Objek utama yang selalu diinvestigasi adalah market dimana faktor-faktor ekonomi yang digunakan dalam pemodelan adalah yang dapat dikuantifikasi (susceptible to quantification). Akibatnya model yang dibentuk akan merestriksi faktor-faktor lain (ceteris paribus). Karena menggunakan pendekatan empiris-matematis, akibatnya ekonomi konvensional berujung pada menegasikan pendekatan metafisik atau pendekatan nilai yang dianggap tidak scientifik dan hasil analisis yang berupa temuan eksperimen harus diinterpretasikan dimana kebanyakan berlainan tergantung pendekatannya.

Sistem ekonomi konvensional tidak melihat pendekatan moral dan etika sebagai suatu dasar dalam pelaksanaan pemenuhan kebutuhan ekonomi. Yang dilihat adalah sebuah permasalahan ekonomi berupa kelangkaan (scarcity) barang dan jasa. Hal ini karena setiap manusia mempunyai kebutuhan yang beranekaragam dan jumlahnya tidak terbatas sementara sarana pemuas (barang dan jasa) yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia terbatas. Pemuasan maksimum terhadap keinginan (wants) akan barang dan jasa tersebut tidak lagi memikirkan efisiensi terhadap modal dan sumber daya yang ada. 

Akibatnya muncul masalah ekonomi karena adanya distribusi yang tidak merata dan adil sebagai akibat sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah dalam rangka pemenuhan kepuasan maksimum tersebut. Dengan berkembangnya kondisi masyarakat yang tidak lagi memperhatikan produktifitas dan investasi jangka panjang, berkembangnya sistem ribawi serta kurangnya kesadaran pajak dan tanggung jawab sosial akibat tidak ada norma yang mengatur maka lambat laun akan timbul suatu kemiskinan struktural. Hal ini  merupakan trickle down effect akibat mengesampingkan pendekatan moral dan etika sebagai suatu dasar dalam pelaksanaan pemenuhan kebutuhan ekonomi, mengakibatkan terciptanya jarak atau kesenjangan kesejahteraan yang terlalu besar antara kaum yang kaya/kuat dan kaum yang lemah karena terbatasnya pendidikan, informasi, kekuatan politik dan modal.

Di sisi lain, dalam konsep sistem ekonomi Islam, moral dan etika merupakan hal prinsip yang harus ada dalam pelaksanaan sistem ekonominya. Islam menjadikan tauhid sebagai sumber utama moral, etika dan hukum (norma). Tauhid yang berarti pengesaan terhadap ketuhanan Allah SWT Sang Pencipta dan Sang Pengatur atau Pembuat hukum. Konsep tauhid dalam moral, etika dan hukum dijabarkan dalam syariah dan kemudian dijelaskan lebih detail dalam fiqih. Konsep tauhid menggunakan standar tertentu dalam menentukan sebuah moral, etika dan hukum yang disebut dengan maslahah.

Gambar 2. Sistem Ekonomi Islam – Perubahan yang diharapkan.


Seperti diuraikan sebelumnya bahwa hubungan antara iman, agama, serta ihsan (akhlak) adalah sebagai sebuah bangunan, dimana iman adalah fondasi bangunan agar ia dapat berperilaku (berakhlak) mulia. Ketiga aspek nilah yang merupakan ciri dari sistem ekonomi Islam.

Yang pertama adalah iman atau aqidah, yaitu suatu bentuk pengakuan/persaksian secara sadar mengenai keyakinan, keimanan, dan kepercayaan bahwa ada suatu Zat Yang Esa yang telah menciptakan seluruh alam beserta isinya. Fungsi aqidah/iman adalah memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kehidupan seperti: dari mana asal muasa kehidupan, apa maknanya, apa yang harus dilakukan, kemana hidup ini diarahkan, dan kemana semuanya akan berakhir. Karena sifatnya yang rigid, aqidah bersifat tetap dan kekal. Artinya, aqidah tidak berubah dari masa ke masa dan tidak ada ruang inovasi dan kreatifitas (ijtihad) di dalamnya. 

Kedua adalah syariah agama Islam, merupakan peraturan-peraturan dan hukum yang telah digariskan oleh Allah, atau telah digariskan pokok-pokoknya dan dibebankan kepada kaum muslimin supaya mematuhinya, supaya syariah ini diambil oleh orang Islam sebagai penghubung diantaranya dengan Allah dan diantaranya dengan manusia” (syaikh Mahmud syalthut, Al-Islam, Aqidah wal Syariah, hal.68). Karena fungsinya sebagai aturan yang diturunkan lewat rasul-Nya, maka syariah sifatnya tidak rigid tetapi mengalami perkembangan sesuai dengan zamannya. 

Kemudian yang ketiga adalah akhlak atau etika sering juga disebut ihsan. Didefinisikan sebagai: “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Tuhanmu seolah-olah engkau melihat-Nya sendiri, kalaupun engkau tidak melihat-Nya, maka Ia melihatmu”. (HR. Muslim). Fungsi akhlak adalah sebagai tujuan puncak dari diutusnya para Nabi. “Sesungguhnya aku diutus Allah untuk menyempurnakan keluhuran akhlaq”  (HR. Ahmad). Akhlak mengajarkan manusia bagaimana berperilaku kepada Allah dan terhadap sesama makhluk. Ringkasnya sistem ekonomi Islam merupakan suatu sistem ekonomi yang berdasarkan aqidah dengan konsep tauhid sebagai prinsip utama tata ekonomi dengan panduan pengamalan yang diberikan oleh syariah yang bersumber dari Alquran dan Sunnah sehingga membuahkan akhlak dan etika yang mulia. Etika dalam  ekonomi Islam diukur pada terpenuhinya aspek maqoshid syariah (tujuan, prinsip dan nilai yang ditekankan oleh hukum Islam) pada sebuah perjanjian, meliputi memelihara agama, jiwa, keturunan, harta dan akal.

Terdapat dua asumsi dasar ekonomi Islam meliputi :
1. Pencapaian falah (kemenangan, kesejahteraan dunia akherat); dan 
2. Sumber daya ekonomi (resources) dan jumlahnya yang mencukupi. 

Ekonomi Islam mengasumsikan bahwa resources dikelola manusia untuk mencapai falah. Ini berarti bahwa Allah SWT menciptakan resources yang cukup bagi manusia jika dikelola sesuai dengan syariah. Allah menyediakan sumber  daya alam sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan manusia. Manusia yang berperan sebagai khalifah, dapat memanfaatkan sumber daya yang banyak itu untuk kebutuhan hidupnya. Allah berfirman: “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak bias menghitungnya”. (QS. Ibrahim:34). Namun harus tetap dingat bahwa semua sumber daya yang ada di alam ini merupakan ciptaan dan milik Allah secara absolut (mutlak dan hakiki).

Dari sinilah letak perbedaan penerapan moral dan etika dalam ekonomi Islam dan konvensional. Dalam ekonomi Islam seluruh premis, asumsi dan konsep diikat oleh framework syariah dan dibangun secara inter-disiplin dengan mempertimbangkan seluruh aspek kehidupan manusia. Sebagian besar konten ekonomi Islam bersifat normatif yang mengatur perilaku agen dalam ekonomi agar dapat mencapat falah. Penerapan intrumennya dilakukan dengan instrumen  wajib (zakah dan hisbah), instrumen sukarela (sadaqah dan wakaf), instrumen haram (riba atau transaksi kredit, maysir dan gharar), prinsip profit dan loss sharing sebagai pengganti sistem ribawi dan mengedepankan aktivitas ekonomi produktif dengan melarang maysir, spekulasi dan perjudian. 

Dengan kemampuan mengelola sumber daya yang ada melalui distribusi modal dan pendapatan serta profit dan loss sharing, kemudian menghilangkan instrmen ribawi, dilandasi dengan konsep tauhid berdasarkan syariat dan ketentuan agar tercipta sebuah akhlak, moral dan etika yang baik untuk menjalankan suatu sistem ekonomi, maka ekonomi Islam merupakan jalan keluar yang diharapakan untuk sebuah sistem ekonomi agar tidak terjebak ekonomi yang kapitalis dan sosialis, dengan tujuan menciptakan kondisi masyarakat yang shaleh yang pada akhirnya berujung pada teciptanya suatu falah atau kesejahteraan bagi masyarakat.


Demo Blog NJW V2 Updated at: Senin, Maret 30, 2015

0 komentar:

Posting Komentar