4.
Pengertian
Peradaban dan Kebudayaan
Secara harfiah
“kebudayaan” berasal dari kata “budi” dan “daya” ditambah awalan “ke” dan
akhiran “an”. Budi berarti akal dan budaya berarti kekuatan.[1]
Sedangkan peradaban berasal dari kata bahasa Arab “adab” berarti bernilai
tinggi.[2]
Peradaban adalah
terjemah dari kata Arab “al-hadharah” kata Arab ini sering juga diterjemahkan
ke dalam bahasa indonesia dengan “kebudayaan”. Kebudayaan dalam bahasa Arab
adalah al-tsaqafah. Di indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat,
masih banyak orang yang mensinonimkan dua kata “kebudayaan” (Arab, al-tsaqafah;
Inggris, culture) dan “peradaban” (Arab, al-hadharah; Inggris, civilization).
Dalam perkembangan ilmu antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedakan.
Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat.
Sedangkan, manifestasi-manifestasi kemajuan mekanisme dan teknologis lebih
berkaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direflesikan dalam
seni, sastra, religi (agama), dan moral, maka peradaban terefleksi dalam
politik, ekonomi dan teknologi.[3]
Menurut
Koentjaraningrat, kebudayaan paling tidak memiliki tiga wujud, (1) wujud ideal,
yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan, dan sebagainya, (2) wujud kelakuan, yaitu wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam
masyarakat, dan (3) wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda
hasil karya.[4]
Sedangkan, istilah peradaban biasanya dipakai untuk bagian-bagian dan
unsur-unsur dari kebudayaan yang halus dan indah. Menurutnya, peradaban sering
juga dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi,
seni, bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan
kompleks.[5]
Kebudayaan
menurut Badri Yatim jika merujuk pada definisi yang pertama adalah wujud ideal
dalam definisi koentjaraningrat, sementara menurut definisi terakhir,
kebudayaan mencakup juga peradaban, tetapi tidak sebaliknya.[6]
Dari semua
definisi kebudayaan yang telah dibuat oleh para ahlinya, dapat disimpulakan
bahwa kebudayaan yaitu penjelmaan (manifestasi) akal dan rasa manusia; hal mana
berarti pula bahwa manusialah yang menciptakan kebudayaan, atau dengan kata
lain bahwa kebudayaan bersumber kepada manusia.[7]
2.
Sumber-Sumber Manuskrip
Dalam
penulisan historigrafi Timur Tengah dan Islam, para sejarawan selain bersumber
dari al-Qur’an dan Hadits, juga mendapatkan kontribusi berarti dari warisan
kuno budaya Arab berupa al-Anshab dan
al-Ayyam yang merupakan instrumen
pewarisan turun-temurun tentang cerita kepahlawanan seseorang, kemenangan di
medan perang serta tuturan dan sedikit catatan tentang silsilah keluarga.
Hadits
menempati posisi yang sangat krusial sebagai tambang informasi bagi
historiografi awal Islam. Karena kebangkitan penulisan sejarah sejak awal
Islam, merupakan bagian integral dari perkembangan kebudayaan Islam umumnya;
historiografi Islam berkaitan erat dengan kebangkitan disiplin hadits.
Penulisan hadits dapat dikatakan sebagai cikal bakal penulisan sejarah. Dari
hasil penulisan hadits-hadits Nabi itu, para sejarawan segera memperluas
cakupan sejarah. Mereka mengembangkannya kepada riwayat-riwayat yang berkenaan
dengan perang-perang Nabi (al-Maghazi),
biografi (sirah), biografi perawi
hadits (asma al-rijal) dan
semacamnya.
a. Al-Maghazi
Al-Maghazi
berasal dari kata ghazwah (ekspedisi
militer) yang dari sudut pandang sejarah berarti perang dan penyerangan militer
yang dilakukan Nabi Muhammad saw. Belakangan,
makna kata ini sering diperluas untuk mencakup seluruh misi kerasulannya.
Karena itu, terdapat hubungan erat atau bahkan tumpang tindih antara maghazi dan sirah, tetapi al-Maghazi merupakan
studi paling awal tentang sejarah kehidupan Nabi yang dilakukan beberapa
sahabat terkemuka. Mereka mengumpulkan hadits historis yang beredar pada masa
mereka. Koleksi mereka inilah yang kemudian menjadi data penting bagi para
tabi’in.
Penulis pertama maghazi adalah Aban
Ibn 'Usman ibn 'Affan, karenanya dapat disebut sebagai simbol peralihan dari
penulisan hadits kepada pengkajian al-maghazi. Penanganan
lebih lengkap atas maghazi dilakukan 'Urwah ibn Zubayr yang
menulis kitab lebih baik tentang maghazi, dan kerenanya ia sering
dipandang sebagai pendiri studi maghazi. Dari
tulisan-tulisannya itu tampaknya Urwah menulis tentang al-maghazi-nya
secara berurutan mulai dari turunnya wahyu, mulai dakwah, hijrah ke Habasyah,
hijrah ke Madinah, dilanjutkan dengan aktivitas-aktivitas di Madinah seperti
akspedisi Abdullah ibn Jahsy, perang Badar, Perang Qainuqa', Perang Khandaq,
Perang Bani Quraizhah, Perjanjian Hudaibiyah, ekspedisi Mu'tah, penaklukan Kota
Mekah, Perang Hunayn, Perang al-Tha'if, beberapa surat yang dikirim Nabi, dan
hari-hari terakhir hayat Rasulullah.
b. Sirah
Selain al-maghazi, bentuk
historiografi awal adalah sirah. Penulisan sirah lahir dari aliran
Madinah bersamaan dengan lahirnya maghazi. Adapun penulis sirah adalah
Muhammad ibn Muslim ibn Syihab Al-Zuhri, yang melakukan studi maghazi dalam
cara yang lebih sesuai dengan metode penelitian sejarah. Al-Zuhri adalah orang
pertama yang dapat disebut sebagai sejarawan yang sebenarnya dimasa awal ini
dan telah menempatkan sejarah pada landasan yang jelas dan menggambarkan
orientasi studi sejarah. Ia adalah orang pertama yang memakai
istilah sirah, merekonstruksi sirah Nabi dengan struktur yang baku
dan menggariskan kerangka dalam bentuk yang jelas. Ia juga memulai
penulisan sirah dengan materi-materi yang berhubungan dengan
kehidupan Nabi sebelum kenabian, silsilah keturunannnya, penyebutan tanda-tanda
kenabian, turunnya wahyu pertama, peristiwa-peristiwa penting pada periode
Mekah, dan setelah itu hijrah dan peristiwa-peristiwa penting pada periode
Madinah sampai wafatnya Rasulullah.
Pengarang sirah yang
lain adalah Ibn Sa'd yang menulis dua buku, Kitab Akhbar al-Nabi dan Kitab
Thabaqat al-Kabir. Dalam pendahuluan buku ini mengungkapkan sejarah
nabi-nabi terdahulu, diikuti riwayat masa kanak-kanak Nabi Muhammad sampai
hijrah ke Madinah. Sementara pada buku yang lain mengabadikan pada
pertempuran-pertempuran yang dihadapi nabi atau maghazi dalam
pengertian sempit.
c. Asma’ al-rijal
Literatur hadits
menghasilkan tidak hanya maghazi dan sirah Nabi,
tetapi juga biografi para sahabat, tabi'in dan tabi'it
tabi'in. Biografi semacam ini secara umum dikenal sebagai asma'
al-rijal—yang secara harfiah berarti "nama-nama para tokoh".
Penulis pertama asma'
al-rijal adalah Layts ibn Sa'ad yang mempunyai reputasi
sebagai fuqaha dan muhaddits yang terpandang
dari mazhab Maliki. Ia menyusun sebuah kitab berjudul Kitab Al-Tarikh.
Di antara karya dalam bidang ini pada abad kedua Hijriyah adalah kitab al-Thabaqat, Kitab
Ta'rikh al-Fuqaha wa al-Muhadditsin dan kitab Tasmiyat al-Fuqaha wa
al-Muhadditsin. Yang terpenting di antara mereka adalah Thabaqat
al-Fuqaha wa Al-Muhadditsin karya Al-Haytam ibn 'Adi. yang merupakan
sumber penting bagi penulis-penulis belakangan, seperti Ibn Sa'ad (w.230/844),
Ibn Al-Khayyat (w. 240/854), dan lain-lain.
Salah satu
karya asma' al-rijal terpenting adalah kitab Ibn Sa'ad
berjudul Kitab Thabaqat Al-Kabir yang segera diikuti oleh Kitab Al-Ta'rikh Al-Kabir karya
Al-Bukhari. Al-Bukhari diikuti banyak pengarang dalam berbagai periode sejarah
Islam, sehingga menghasilkan literatur asma' al-rijal yang
luar biasa banyak. Diantara yang terpenting adalah Ibn Al-Atsir dengan karyanya Usd Al-Ghabah dan
Ibn Hajar Al-Asqalani dengan karya-karya komprehensif dalam bidang ini,
berjudul al-Ishabah fi Tamyiz al-Shahabah dan Tahdzib
al-Tahzhib. Ketiga karya ini pada umumnya diterima muhadditsun sebagai
otoritas yang terpercaya dalam asma' al-rijal.
Karya-karya asma'
al-rijal jelas membentuk pertumbuhan historiografi awal Islam.
Berbagai kamus biografi yang disebutkan di atas sangat diperlukan bagi setiap
orang yang ingin menulis sejarah Islam pada masa-masa awal. Konsepsi kamus
biografi semacam itu menandai perkembangan baru dalam seni sejarah sekaligus
mengilustrasikan hubungan yang erat antara sejarah dengan ilmu hadits, karena
ia semula dukumpulkan terutama untuk kepentingan kritik hadits.
[1] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan
Ilmu Pengetahuan Islam, Jakarta: Kencana, 2011, hal. 3.
[2] Ibid.,
[3] Effat al-Sharqawi, filsafat kebudayaan islam,
Bandung: Penerbit Pustaka, 1986, hal.5.
[4] Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas, dan
Pembangunan, Jakarta: Gramedia, 1985, hal. 5.
[5] Ibid., hal. 10.
[6] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah
Islamiyah, Jakarta: Logos, Cet ke 23, 2011, hal. 2.
[7] A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta:
Bulan Bintang, 1393, hal. 14.
Bersambung...
Lanjut baca : 6. Periodisasi Sejarah
Sebelumnya : Historiografi Kawasan Timur Tengah
Lucky Club Lucky Club Lucky Club Online Casino Site - 2021 List
BalasHapusLucky Club Lucky Club is a brand-new online casino that was launched in 2013. The company has luckyclub since been established to provide users with a secure and