Resume Artikel M.M. Metwally,
BEHAVIOURAL
MODEL OF AN ISLAMIC FIRM
Jumlah negara-negara Muslim yang terus
bertambah tengah menyuarakan keinginan dan dalam beberapa kasus (Pakistan, Arab
Saudi, dan Iran) mengambil langkah serius untuk beralih ke hukum dan ajaran
Islam dalam membangun jalan kehidupan mereka, termasuk perilaku ekonomi mereka.
Merupakan tujuan dari bab ini untuk menyelidiki
implikasi ekonomi dari hukum-hukum tersebut, yakni ajaran kitab suci Al-Qur'an,
tradisi Nabi Muhammad SAW dan praktik masyarakat Muslim terdahulu dalam
perilaku "perusahaan Islam", yaitu perusahaan yang diatur oleh
hukum-hukum Islam yang diberlakukan oleh hukum sipil dan kepercayaan agama.
Kami ingin menjelaskan dari awal bahwa
negara-negara Muslim kontemporer memiliki tingkatan yang sangat berbeda dalam
hal mengikuti ajaran Islam. Beberapa negara tersebut lebih ketat daripada yang
lain. Namun saat ini tidak ada negara Muslim yang dapat dikatakan memiliki
perekonomian Islam seperti yang didefinisikan di atas (yakni perekonomian yang
secara ketat mengikuti hukum-hukum Islam dimana hukum-hukum tersebut
diberlakukan oleh kepercayaan dan hukum sipil). Selain itu, pengalaman
perekonomian kaum Muslim terdahulu tidak selalu dapat diaplikasikan secara
langsung sekarang ini karena perekonomian tersebut kurang kompleks dibandingkan
perekonomian negara-negara Muslim kontemporer. Lebih jauh lagi, literatur pada
era ini tidak dapat memberikan gambaran jelas kepada kita bagaimana
karakteristik perekonomian masyarakat Muslim terdahulu. Namun, penyelidikan
terhadap ayat-ayat Al-Qur'an, tradisi Nabi Muhammad SAW, dan praktik kaum
Muslim terdahulu (contohnya pemerintahan Kalifah) mengesankan bahwa perilaku perekonomian perusahaan Islam
jauh berbeda dari perusahaan yang beroperasi di dalam perekonomian non-Islam.
Seorang
pengusaha muslim menganggap beragam sumber daya sebagai berkah dari Tuhan yang
telah dianugerahkan kepadanya (seorang wali/trustee)
sebagai kepercayaan (trust) untuk
memanfaatkan sumber daya tersebut melalui cara yang paling efisien agar
memenuhi rencana Tuhan untuk membangun kesejahteraan di bumi, dan lebih penting
lagi di akhirat sebuah sasaran yang diraih untuk kebaikan dirinya dan juga
seluruh umat manusia.
Oleh sebab
itu, seorang pengusaha Muslim melakukan bisnis yang digerakkan oleh motif yang
relatif impersonal dalam pemenuhan tanggung jawabnya terhadap kepercayaan (trust). Prinsip ekonomi perwalian (trusteeship) dalam perekonomian Islam
secara dramatis bertentangan dengan prinsip kepentingan pribadi (self-interest principle) yang merupakan landasan dari perekonomian pasar
bebas masyarakat non-Islam.
Hal ini memberi kesan bahwa maksimalisasi
profit tidak akan menjadi tujuan perusahaan Islam. Malah, perusahaan Islam akan
merasa puas untuk menerima tingkat profit yang "layak" atau
"wajar" jika hal tersebut memungkinkan perusahaan untuk meraih
sasaran yang lebih penting dalam "melakukan kebajikan demi menyenangkan
Tuhan", sebagaimana Muslim sejati harus mempercayai kata-kata Al-Qur'an:
"Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk
mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu
bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai;
berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk
orang-orang yang berserah diri". [QS. Al-Ahqaf (46): 15]
Seorang pengusaha Muslim tidak akan mencari
maksimalisasi profit untuk menimbun kekayaan. Ia tahu bahwa ‘Harta
dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus
menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan’.[1]
Ada banyak bentuk Amal Saleh, namun pada dasarnya
amal saleh berkisar terhadap "sedekah". Mengeluarkan sedekah oleh mereka yang memiliki kekayaan merupakan
hal yang sangat penting di dalam doktrin Islam. Al-Qur'an menyebutkan bahwa:

Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah
kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara
kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan
menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan
termasuk orang-orang yang saleh.” [QS. Al-Munafiqun
(63):10]
Perbuatan Amal Saleh ('amal salihat) disebutkan di dalam kitab suci Al-Qur'an sebanyak 62
kali dalam 36 surat (dari total keseluruhan 114 surat).
Diskusi
di atas sangat jelas mengesankan bahwa para pemilik, manajer, dan staf lainnya
pada perusahaan Islam memiliki satu tujuan utama: mengeluarkan amal atau amal
saleh. Tujuan ini, yang tidak ada pembandingnya dalam perekonomian pasar bebas
non-Islam, bukanlah tanpa dasar ekonomi. Mengeluarkan sedekah atau amal saleh
di dalam masyarakat yang percaya sepenuhnya bahwa amal merupakan sarana untuk
meraih kepuasan Tuhan menciptakan goodwill
untuk produk-produk perusahaan di mana
kemudian membantu meningkatkan permintaan produk tersebut pada harga yang
diberikan.[2] Maka apabila kita menandai pengeluaran pada sedekah atau amal saleh dengan G dan harga dengan P, maka
kita akan memperkirakan
Oleh sebab itu, dalam beberapa hal, pengeluaran
pada amal saleh menyerupai pengeluaran pada iklan. Perbedaannya ialah bagi
perusahaan non-Islam, pengeluaran iklan didorong ke tingkat yang dijamin oleh
maksimalisasi profit. Di
dalam perusahaan Islam, pengeluaran pada amal saleh adalah tujuan yang harus
direalisasikan baik saat profit termaksimalisasikan maupun tidak. Dengan kata
lain, perusahaan Islam mungkin menyatakan tujuan ini dalam bentuk diktum yang
positif (contohnya, perusahaan harus mengeluarkan sedekah sebanyak lima persen
dari jumlah pendapatannya) atau dalam bentuk non-operasional (contohnya,
perusahaan mungkin ingin menjadi pemimpin di dalam industri atau bahkan di dalam
komunitas dalam soal pengeluaran amalnya), yang akan berperan sebagai pemandu
dalam membuat keputusan yang mempengaruhi alokasi atau sumber daya. Hal di atas
tidak menyarankan bahwa mengeluarkan sedekah atau amal saleh oleh perusahaan Islam akan seluruhnya menjadi
pengganti periklanan. Akan selalu ada
tempat untuk periklanan "informatif" namun keputusan dilakukannya
iklan atau tidak (dan berapa besar biaya iklan yang diperlukan) akan seluruhnya
terpisah dari pengeluaran sedekah. Tentu saja, sebagaimana yang akan kita lihat nanti, tidak akan
ada tempat untuk iklan yang "menipu" oleh perusahaan Islam.
Pertanyaannya sekarang ialah bentuk pengeluaran
sedekah atau amal saleh seperti apa yang harus
dilakukan. Jawabannya ialah hal tersebut dapat dilakukan dengan banyak bentuk
mulai dari pembayaran langsung kepada fakir miskin dan mereka yang membutuhkan
di dalam komunitas hingga peningkatan jumlah karyawan oleh perusahaan di luar
tingkatan yang diperlukan untuk maksimalisasi profit, hanya untuk memberikan kontribusi
terhadap penyelesaian masalah pengangguran (jika masalah tersebut ada) sehingga
meringankan beban mereka yang menganggur. Lebih sering lagi, bentuk amal saleh
dapat dilakukan dengan membangun rumah sakit dan sekolah untuk melayani bagian
yang relatif miskin dari komunitas muslim; membangun mesjid untuk mengembangkan
Islam dan mempertahankan ideologi Islam; dan pengeluaran yang ditujukan kepada
fakir miskin dan mereka yang membutuhkan, untuk berjuang di jalan Tuhan, untuk
menyebarkan Islam, dan untuk terus menerus mengembangkan ajaran dan aplikasi
Islam.
Namun, dalam menjalani perusahaan bidang
bisnis, perusahaan Islam harus bisa memahami tingkatan profit yang
"wajar" untuk meneruskan bisnisnya, dan jika suatu perusahaan
merupakan perusahaan publik, perusahaan tersebut harus bisa mendistribusikan
tingkatan profit yang "wajar" kepada pemegang sahamnya setiap tahun.
Para pemegang saham ini, yang merupakan kaum Muslim, tentu saja akan menghargai
dan mengantisipasi pengeluaran amal oleh manajemen.
Maka perusahan Islam akan mencari maksimalisasi
dalam fungsi pemanfaatan yang merupakan fungsi dari jumlah profit dan jumlah
pengeluaran sedekah atau amal saleh bergantung pada batasan bahwa setelah
pembayaran semua pajak yang dikenakan (zakat dan hal yang harus dibayar
lainnya), jumlah profit tidak akan
kurang dari tingkat minimal "aman" agar perusahaan dapat terus
menjalankan bisnis.
Model matematika sederhana yang menggabungkan
ide-ide di atas dapat dikembangkan untuk perusahaan produk tunggal sebagai
berikut:
Fungsi pemanfaatan pengusaha Muslim diketahui
sebagai
Dengan asumsi bahwa M mewakili tingkat profit
yang sebenarnya, atau perbedaan antara pendapatannya dengan produksi dan biaya
amal, kita memiliki:
Jika p mewakili biaya unit dan q
adalah kuantitas produksi, maka:
Kurva permintaan di dalam model ini diasumsikan
miring secara negatif, namun pengeluaran amal membantu meningkatkan permintaan
terhadap produk perusahaan. Maka kita memiliki:
Jika kita asumsikan kadar zakat sama dengan μ dan
pembayaran lain sama dengan β, kita memiliki:
Tujuan perusahaan ialah untuk
memaksimalisasikan fungsi pemanfaatannya (1) bergantung pada pendistribusian
tingkat profit yang pantas π untuk memuaskan
para pemiliknya dan mempertahankan bisnisnya. Dengan kata lain, fungsi
objektifnya ialah:
Namun, tambahan kondisi di atas, ajaran Islam
nyatanya mengharuskan angka substitusi marjinal berkurang di antara dua sasaran
dan bahwa pemanfaatan marjinal sasaran manapun juga harus berkurang. Ini adalah
konsekuensi langsung atas insistensi Islam terhadap kesederhanaan dan hierarki
penempatan tingkat pencapaian sasaran manapun.
Persamaan (21) menyatakan bahwa keseimbangan
perusahaan Islam mengharuskan bahwa pendapatan marjinal sama dengan biaya
marjinal. Bukan berarti bahwa output yang dihasilkan secara optimal akan sama
seperti perusahaan maksimalisasi profit non-Islam. Pada kasus kita, δR/δq secara
tidak langsung adalah fungsi G. Oleh sebab itu nilai optimal output akan
berbeda dalam dua kasus tersebut. Sebuah perusahaan Islam dengan struktur biaya
yang sama akan memiliki keseimbangan output dan harga yang lebih besar daripada
perusahaan non-Islam. Hal ini dapat dilihat dalam Gambar 11.1, dimana DD mewakili kurva permintaan
perusahaan non-Islam sementara DD' mewakili kurva permintaan perusahaan Islam.
D'D' merefleksikan asumsi bahwa di dalam perekonomian Islam, δP/δG > 0.
Persamaan (23) menyatakan bahwa di dalam
perekonomian Islam, proporsi pendapatan yang ditujukan untuk amal akan bergantung
pada nilai substitusi marjinal antara profit dan "amal saleh" yang
didistribusikan (rGF) dan juga nilai pajak zakat dan kewajiban
pembayaran lainnya. Semakin tinggi nilai kewajiban pembayaran lain pada profit
yang tidak didistribusikan, semakin berkurangnya proporsi pendapatan yang
ditujukan untuk "sedekah". Hal yang masuk akal, karena akan diasumsikan bahwa
kewajiban pembayaran lain yang dikumpulkan akan semakin tinggi untuk mencapai
tingkatan amal saleh yang lebih tinggi oleh para otoritas Muslim.
Dalam perusahaan non-Islam, rG,F =
0, maka satu-satunya kondisi yang dibutuhkan untuk pengoptimalisasian ialah
pendapatan marjinal sama dengan biaya marjinal.
Perusahaan Islam akan berbeda dengan perusahaan
non-Islam tidak hanya dari sasarannya namun juga kebijakan ekonomi dan strategi
pasar. Perbedaan-perbedaan berikut sangatlah mencolok:
- Perusahaan Islam tidak akan melakukan aktivitas apa pun yang dilarang oleh Islam. Contohnya, tidak satupun perusahaan di dalam masyarakat Islam akan berpartisipasi dalam produksi atau penjualan minuman beralkohol, babi, perjudian, spekulasi terlarang, atau meminjam dan meminjamkan uang pada nilai bunga tetap.
- Perusahaan Islam harus menghindari strategi pasar yang menghasilkan batasan-batasan untuk masuk/terlibat dan karenanya menyebabkan monopoli.[3]
- Perusahaan Islam harus mengikuti "peraturan adil" dalam seluruh urusannya saat sedang bertindak sebagai pembeli atau penjual produk dan jasa.[4]
- Perusahaan Islam harus menjauhkan diri dari penggunaan iklan dan strategi pasar yang menipu yang dapat digunakan untuk melebarkan saham pasarnya atau menaikkan harga produknya.
- Perusahaan Islam harus menghindari seluruh tindakan eksploitasi, diskriminasi, dan praktek pembatasan perdagangan, karena seluruh hal tersebut dicela oleh Islam.
Kesimpulan
Studi ini menunjukkan bahwa fungsi objektif
perusahaan yang beroperasi di dalam masyarakat yang mengikuti hukum-hukum Islam
sebagaimana yang diajarkan dalam kitab suci Al-Qur'an, tradisi Nabi Muhammad,
dan praktik-praktik kaum Muslim terdahulu, akan sangat berbeda dengan
perusahaan yang beroperasi di masyarakat non-Islam. Model matematika sederhana
yang dibuat untuk menyelidiki keseimbangan perusahaan Islam produk tunggal
menunjukkan bahwa tingkat keseimbangan output adalah satu di mana pendapatan
marjinal sama dengan biaya marjinal, tetapi tingkat ini berbeda dari yang
didapatkan oleh perusahaan yang hanya memaksimalisasi profit. Hal yang mungkin
bahwa perusahaan Islam meraih keseimbangan di tingkat output dan harga yang
lebih tinggi dibandingkan yang didapatkan oleh perusahaan yang hanya memaksimalkan
profit.
Studi ini juga memperlihatkan bahwa kebijakan
ekonomi dan strategi pasar perusahaan Islam harus dipilih dengan hati-hati
sehingga kebijakan dan strategi tersebut tidak bertentangan dengan prinsip
Islam. Sejumlah kasus didaftarkan untuk menggambarkan perbedaan yang penting
tersebut antara perusahaan Islam dan perusahaan non-Islam.
[2] Tingkat
goodwill yang dibentuk akan menjadi fungsi total yang dikeluarkan dalam amal.
Maka perusahaan yang mengeluarkannya lebih mungkin akan
meraih untung yang lebih pula dari goodwill ini.
[3] Diriwayatkan bahwa Rasul
bersabda "Pemegang monopoli adalah pendosa dan pelanggar." Lihat I.
Kashmiri, Prophet of Islam Muhammad and
Some of His Traditions, The Supreme Council
for Islamic affairs, Monograph No. 16, Cairo, 1387/1967.
[4] Dinyatakan bahwa Rasul bersabda "Allah
akan memberkati orang toleran dan sabar yang menjual, membeli, dan membayar
kewajibannya dengan baik dan lembut" dan "Pedagang kredit manapun
(yang) menyadari bahwa debitornya berada dalam kesulitan dan menyuruh
karyawannya melupakan hutangnya ialah yang mencari ridha dan rahmat Allah, Allah akan memberikan apa yang ia
inginkan" Lihat Kashmiri, op. cit.
Terima kasih, sangat membantu dalam pengerjaan tugas
BalasHapusWynn Resorts | Dr.CMC
BalasHapusWynn 양산 출장안마 Resorts offers high-end resort accommodations, fine dining, the best 속초 출장안마 of the best in of 과천 출장마사지 Wynn Resorts' gaming 파주 출장샵 and hotel 부산광역 출장샵 resorts.